Kamis, 10 Maret 2011

Misteri Danau Berwarna Biru Neon di Australia

Apa yang membuat air di tepi danau itu berubah menjadi biru terang?

Misteri Danau Gippsland berwarna biru neon, Australia (solentnews.co.uk)

Berenang seharusnya memberikan suasana yang sehat bagi raga kita. Tetapi, belum tentu demikian halnya jika Anda berenang di kolam misterius ini. Kulit Anda bisa seketika berubah menjadi biru neon usai berenang di danau itu.

"Rasanya seperti kami sedang bermain dengan cat radioaktif," kata Phil Hart yang menangkap gambar fenomena aneh ketika teman-temannya muncul dari sebuah danau di suatu malam.

Apa yang membuat air di tepi danau itu menyala dalam kegelapan? Ya, air berwarna terang di saat gelap itu tidak muncul dengan sendirinya. Ia tercipta karena reaksi kimia yang disebut biopendar (bioluminescence), yang muncul saat konsentrasi mikro-organisme di dalam air terganggu secara alamiah.

Phil, 34 tahun, meletakkan kameranya dengan penyanggah kaki tiga dengan kecepatan shutter terlambat. Lalu, dia kemudian melempar butiran pasir dan batu sehingga kamera dapat menangkap gambar bintik-bintik air biru sebanyak mungkin. Hasil gambarnya: sempurna.

Gambar-gambar ini terlihat sangat menakjubkan. Warnanya berubah ketika konsentrasi mikro-organisme Noctiluca Scintillans di dalam air tidak normal, jauh lebih tinggi dari biasanya. Phil dan teman-temannya mengambil gambar itu di Danau Gippsland, Victoria, Australia.


"Berada di sana dan melihat biopendar yang begitu memukau adalah kesempatan yang sangat langka," ujar Phil. "Saya di sini sebagai direktur program di sebuah organisasi yang secara rutin mengadakan agenda berkemah di sekitar Danau Gippsland sejak 50 tahun lalu. Dan, belum pernah ada yang dapat melihat biopendar seterang ini."

Seperti yang disebutkan, fenomena ini disebabkan tingginya konsentrasi mikro-organisme yang tinggi. Hal ini diyakini sebagai hasil dari kombinasi kebakaran hutan dan banjir di sekitar danau, di mana secara tidak langsung meningkatkan kadar nutrisi di dalam air yang dapat menghidupkan organisme.

"Ini tidak boleh terjadi lagi dalam hidup saya," tutur Phil. "Saya merasa beruntung karena telah melihatnya dan berhasil merekam gambar tersebut dengan kamera saya."

"Warna biru cerah tidak hanya terlihat dengan mata kepala saya saja, tetapi juga dengan kamera saya. Ketika mengambil fotonya pertama kali, saya hampir tidak percaya melihat orang-orang di air tampak aneh," pungkas pria asal Melbourne itu.


• sumber : VIVAnews

Kopassus-PMI Jelajahi 7 Gunung di Sumatera

Tim Ekspedisi Bukit Barisan ini akan beraksi mulai 1 Maret 2011 sampai 31 Juli 2011.

Gunung Kerinci di perbatasan Jambi-Sumatera Barat (Antara/ Hendri)

Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia bersama Palang Merah Indonesia, organisasi pecinta alam dan dinas pemerintahan menggelar Ekspedisi Bukit Barisan. Ekspedisi menjelajah tujuh gunung di Sumatera ini dimulai 1 Maret 2011 dan dijadwalkan selesai 31 Juli 2011.

Tim ini dilepas Ketua Umum PMI Jusuf Kalla di Lapangan Markas Besar TNI Angkatan Darat, Jakarta, Senin 28 Februari 2011 ini. Jusuf Kalla menjelaskan kegiatan ekspedisi ini sangat bermanfaat bagi PMI, terutama untuk mendata lokasi-lokasi yang rawan bencana.

Selain terkenal dengan kekayaan alam, rangkaian Pegunungan Bukit Barisan Pulau Sumatera juga merupakan kawasan yang berada di jalur gunung api Mediterania. Hal ini menyebabkan kawasan tersebut rawan bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi maupun tsunami.

“Kami mendukung penuh ekspedisi ini karena selain bertujuan untuk menata lingkungan, juga untuk mengetahui letak daerah-daerah yang rawan bencana," kata JK. "Tentunya hasil dari ekspedisi ini akan sangat berguna bagi PMI supaya kami bisa jauh-jauh mempersiapkan diri seandainya terjadi bencana,” ujar Jusuf Kalla.

Selama ekspedisi berjalan, PMI menyiagakan tim kesehatannya serta armada ambulans yang berada di sepanjang lokasi ekspedisi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Masing-masing daerah akan mengerahkan 6 personelnya yang mayoritas merupakan relawan PMI yang berpengalaman memberikan bantuan kesehatan dalam keadaan darurat.

“Kendaraan ambulans kami juga stand by di tiap-tiap lokasi seandainya tim ekspedisi memerlukan armada untuk evakuasi,” kata Staf Senior Divisi Penanggulangan Bencana Markas Pusat PMI, Rukman.

Ekspedisi yang akan berlangsung sejak 1 Maret hingga 31 Juli 2011 ini dilakukan dengan penjelajahan dan pendakian gunung guna meneliti flora fauna, kerusakan hutan, melihat geologi bencana alam, dan sosial budaya. Ekspedisi yang berlatarbelakang penelitian ini diharapkan akan memberikan data berbagai potensi di rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang meliputi Gunung Leuser (Aceh), Sinabung (Sumut), Singgalang (Sumbar), Kerinci (Jambi), Seublat (Bengkulu), Dempo (Sumsel), dan Tanggamus (Lampung).

Di tengah-tengah acara pelepasan, Ketua Umum PMI Jusuf Kalla menyempatkan untuk melihat berbagai peralatan yang akan dipergunakan tim eskpedisi, seperti kompas, alat navigasi GPS (Global Positioning System), peralatan mendaki gunung, hingga obat-obatan.

Pada kesempatan yang sama, PMI melakukan penandatangan nota kesepahaman (MOU) dengan Badan Search and Rescue (SAR) Nasional bertepatan pada HUT Basarnas ke-39 di Jakarta. Penandatangan MOU masing-masing organisasi dilakukan oleh Ketua Umum PMI Jusuf Kalla dan Letnan Jenderal TNI Nono Sampono dari Basarnas. Isi MOU adalah mengenai pelayanan jasa SAR kepada masyarakat, terutama relawan PMI.

“Melalui kerjasama ini relawan PMI nantinya akan lebih mengerti dan memahami manajemen bencana dan pada akhirnya akan ikut berperan sebagai potensi search and rescue dalam membantu operasi SAR,” kata Sumarsono, Pengurus Bidang Penanggulangan Bencana Markas Pusat PMI, usai penandatanganan nota kesepahaman PMI dengan Basarnas di Lapangan Pantai Marina Ancol, Jakarta.

Dengan kerjasama ini, nantinya PMI akan mendapatkan penyuluhan dan sosialisasi mengenai program SAR, pelatihan SAR, serta terlibat dalam latihan operasi SAR. Sementara Basarnas akan mendapatkan pendidikan dan pelatihan Pertolongan Pertama serta pelatihan tanggap darurat bencana yang telah sering dilakukan PMI. (sj)

sumber : VIVAnews

Gunung Api Terbesar di Dunia Akan Meletus?

Jika meletus, dua per tiga bagian dari Amerika Serikat tidak akan dapat dihuni.
Gundukan magma yang terus meninggi di Yellowstone National Park. (dailygalaxy.com)

Gunung berapi di Yellowstone National Park, di kawasan barat laut Wyoming, Amerika Serikat, menunjukkan tanda-tanda aktivitas yang tidak lazim.
Menurut catatan United States Geological Survey, dataran di kawasan itu telah naik dengan kecepatan tiga inci atau sekitar 7,6 sentimeter per tahun dalam tiga tahun terakhir. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak mulai dicatat pada tahun 1923.

“Pertumbuhan ketinggian tersebut sangat tidak lazim karena ia terjadi di kawasan yang sedemikian luas dan pada kecepatan yang sangat tinggi,” kata Robert Smith, seorang profesor geofisika dari University of Utah, seperti diberitakan DailyMail, 9 Maret 2011.

Awalnya, kata Smith, pihaknya khawatir bahwa fenomena ini akan menjurus ke meletusnya gunung tersebut. “Namun demikian, kami mendapati bahwa magma di bawah kawasan itu kini berada di kedalaman 10 kilometer, jadi kita tidak usah panik,” ucapnya.

Meski begitu, Smith menyebutkan, jika magma terus naik hingga hanya 2 sampai 3 kilometer dari permukaan tanah, saat itulah warga AS perlu betul-betul khawatir.

Seperti diketahui, gunung di Yellowstone National Park pernah dua kali meletus secara dahsyat sekitar 1,3 juta tahun lalu dan sekitar 642 ribu tahun lalu. Terakhir kali meletus, ia memuntahkan debu hingga ketinggian 30 ribu kaki atau sekitar 9.100 meter dan debunya telah menutup kawasan mulai dari barat Amerika Serikat hingga Teluk Meksiko.

Para peneliti memprediksi, jika fenomena kenaikan permukaan tanah di kawasan tersebut berlanjut, gunung berapi super ini berpotensi meletus dalam waktu dekat. Jika sampai meletus, maka dua per tiga bagian dari Amerika Serikat tidak akan lagi dapat dihuni.

Sayangnya, akibat kurangnya data yang dimiliki dari letusan terakhir, peneliti tidak dapat memperkirakan kapan bencana alam berikutnya akan terjadi. Yang pasti, letusan dahsyat gunung ini bakal membuat letusan gunung Eyjafjallajokull di Islandia pada April 2010 lalu--yang sempat merusak jadwal penerbangan di seluruh dunia--menjadi tampak sangat kecil skalanya. (kd)

sumber : VIVAnews

Pencairan Greenland & Antartika Melaju Cepat

Lapisan es di Greenland dan Antartika tiga kali lebih cepat dari yang dikira sebelumnya.

Lapisan es di Antartika mencair lebih cepat (Corbis)

Lapisan es di Greenland dan Antartika ternyata mencair dengan akselerasi yang lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini terungkap dari hasil temuan terbaru oleh badan antariksa Amerika Serikat NASA.
Seperti dikutip dari situs Physorg, penelitian yang mengggunakan pencitraan satelit itu menemukan bahwa lapisan es Greenland dan Antartika menipis tiga kali lebih cepat daripada penipisan yang terjadi pada gletser-gletser dan gunung-gunung es.
Lapisan es di Greenland dan Antartika kehilangan massa sebanyak 475 gigaton setiap tahunnya. Satu gigaton setara dengan satu miliar metrik ton. Volume ini sudah cukup untuk menaikkan permukaan air laut dunia hingga rata-rata setinggi 1,3 milimeter tiap tahun.
Laju pencairan ini begitu cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya. "Lapisan es yang mendominasi kenaikan permukaan laut memang tidak mengejutkan, karena mereka memang mengandung lebih banyak es ketimbang gletser pegunungan," ujar Eric Rignot, peneliti gabungan antara Jet Propulsion Laboratory NASA dengan University of California.
Tapi yang mengejutkan, ia menambahkan, meningkatnya kontribusi kenaikan air laut oleh lapisan es, kini sudah terjadi. "Bila ini terus terjadi permukaan air laut akan meninggi secara signifikan daripada yang diproyeksikan sebelumnya oleh United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change pada 20017."
Studi ini sendiri, menggunakan dua teknik pengukuran berbeda, yakni menggunakan data dari interferometric synthetic aperture radar dan data regional atmospheric climate model dari Utrecht University, serta data pengamatan dari satelit NASA/ Gravity Recovery and Climate Experiment (Grace) Jerman selama delapan tahun.

sumber : VIVAnews

Rp 20 Miliar untuk 11 Spesies Ikan Raja Ampat

Nama marga yang awalnya tanpa spesies itu mencantumkan nama keinginan si pemenang lelang.

Salah satu jenis ikan Pterois (www.panagadivers.com)

Sebanyak 11 spesies baru ditemukan di 'surga' ikan hias laut Raja Ampat, Papua Barat. Nama-nama marga yang awalnya tanpa nama spesies itu akhirnya mencantumkan nama-nama si pemenang lelang di Monaco, akhir tahun lalu.

"Dalam waktu dua jam 11 nama itu dilelang dan menghasilkan US$ 2 juta atau sekitar Rp 20 miliar," kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Suharsono, kepada VIVAnews, Senin 19 April 2010.

Saat ditemukan peneliti asal Australia Gerry Allen dan Mark Erdmann dari Amerika Serikat, ikan-ikan itu hanya memiliki nama marga, yang terletak di bagian depan. Sedangkan untuk nama spesies masih diberi tanda Sp.

Nama marga itulah yang akhirnya mencantumkan nama yang diinginkan oleh para pemenang lelang. "Ada tiga nama dari Indonesia," ujar dia.

Kemudian, keduanya bertemu pihak Kerajaan Monaco yang mensponsori lelang untuk mencari dana konservasi. "Dari dana lelang itu, yang masuk ke LIPI sekitar US$ 435,000. Sedangkan dana yang masuk ke Papua Barat kami tidak tahu," ujar dia.

Berikut 11 nama ikan spesies baru dan si pemberi nama yang juga pemenang lelang:

1. Hemiscyllium henryi, diambil dari Wolcott Henry
2. Hemiscyllium galei, diambil dari nama Jeffrey Gale
3. Melanotaenia synergos, diberikan Peggy Dulany untuk Synergos Institute
4. Corythoichthys benedetto, diberikan Baroness Angela Vanwrighten Berger untuk mantan PM Italia Benedetto Craxi
5. Pterois andover, diberikan Sindhuchajana Sulistyo (Indonesia)
6. Pseudanthias cherleneae, diberikan pangeran Albert II dari Monaco
7. Pictichromis caitlinae, diberikan Kim Samuel Johnson untuk kado ulang tahun ke-19 anaknya, Caitlin Elizabeth Samuel
8. Pseudochromis jace, diberikan Lisa dan Michael Anderson untuk singkatan keempat anaknya yakni, Jonathan, Alex, Charlie, dan Emily
9. Pterocaesio monikae dari nama Lady Monilka Bacardi
10. Chrysiptera giti, diberikan Enki Tan dan Cherie Nursalim untuk perusahaan yang dimiliki, GITI (Indonesia)
11. Paracheilinus nursalim, diberikan Cherie Nursalim dan Michelle Liem untuk Sjamsul dan Itjih Nursalim (Indonesia).

sumber : (ita) VIVAnews

Macan Dahan Sumatera Spesies Tersendiri

Dulu hanya dikenal satu spesies macan dahan di dunia.
Macan dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) ditemukan di Aceh (Antara)

Macan atau harimau dahan yang hidup di Sumatera dan Kalimantan dipastikan merupakan spesies kucing tersendiri dengan nama latin Neofelis diardi. Macan dahan ini ditemukan terpisah 1,5 juta tahun dengan nenek moyang bersama spesies macan dahan daratan China (Neofelis nebulosa).

Dugaan macan dahan Sumatera ini spesies berbeda dimulai melalui riset genetik yang dilansir Andrew C. Kitchener, Mark A. Beaumont, dan Douglas Richardson pada Desember 2006. Keduanya menemukan perbedaan yang signifikan antara macan dahan di Sumatera dan Kalimantan ini dengan yang hidup di daratan China.

Selain perbedaan genetik, pola motif macan dahan Sumatera dan Kalimantan ini lebih kecil dan gelap. Namun hasil penelitian ini masih ditelusuri lebih jauh.

Kemudian, pada Sabtu 22 Januari 2010, BBC melansir sebuah tim ilmuwan yang bekerja di Hutan Lindung Dermakot di Malaysia mengeluarkan sebuah video rekaman kucing ini di alam liar. Tim dipimpin Andreas Wilting dari Institut Leibniz Institute untuk Riset Hewan dan Alam Liar di Berlin, Jerman, ini menangkap gambar macan dahan berjalan di sebuah jalan.

Gambar ini diharapkan menambah sampel 15 macan dahan Kalimantan dan 16 macan dahan Sumatera, untuk dipelajari molekul dan genetik asalnya.

"Meski kami mengira macan dahan Kalimantan dan Sumatera telah terpisah sejak zaman es terakhir, belum diketahui apakah isolasi ini telah menyebabkan mereka terpisah menjadi dua subspesies," kata Wilting.

Namun analisis tim memastikan keduanya berbeda penampilan sehingga disebut subspesies Neofelis diardi borneensis untuk yang hidup di Kalimantan dan Neofelis diardi diardi untuk yang hidup di Sumatera.
Keduanya sama-sama memiliki pola kulit yang sama, namun memiliki sedikit perbedaan morfologi pada tengkorak dan gigi. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Filogenetik Molekular dan Evolusi.

"Sejauh ini kami hanya berspekulasi mengenai penyebab evolusi macan dahan," kata anggota tim, Joerns Fickel. Penyebabnya diduga adalah letusan gunung Toba sekitar 75 ribu tahun yang lalu yang menyapu habis macan-macan dahan yang ada. Satu grup bertahan di China dan satu lagi di Kalimantan. Tipe kedua ini kemudian terpisah jadi kedua, ketika sebuah kelompok berpindah ke Sumatera di zaman es. Tapi pada saat es mencair mereka terpisah total.

Keberadaan macan dahan ini sekarang terancam punah sehingga masuk dalam kategori hewan langka yang dilindungi dunia. Habitatnya sendiri terancam, karena hutan Kalimantan dan Sumatera termasuk dalam daftar laju deforestasi yang tinggi.

sumber : VIVAnews

Rabu, 09 Maret 2011

Lapisan Es Mencair Lebih Cepat dari Perkiraan

Davepape

Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa lapisan es di kedua kutub Bumi mencair lebih cepat dari perkiraan, mengakibatkan kenaikan air laut.

Penelitian yang telah dilakukan selama 20 tahun tersebut mendapati lapisan es di Greenland dan Kutub Selatan telah kehilangan 475 gigaton setiap tahunnya. Padahal pada tahun 2006, sebuah studi memperkirakan laju pencairan gletser dan gunung es adalah 402 gigaton per tahun.

Laju pencairan terus bertambah, terbukti dari jumlah lapisan es yang mencair dari Greenland dan Kutub Selatan tahun ini lebih banyak 36,3 gigaton daripada tahun sebelumnya.

Pencairan ini mengakibatkan kenaikan air laut 1,3 milimeter per tahun. "Pencairan es menjadi penyebab dominan meningkatnya permukaan air laut," ungkap Eric Rignot, pemimpin studi dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena. "Jika tren seperti ini berlanjut, tinggi air laut akan sangat lebih tinggi daripada yang diperkirakan oleh PBB pada tahun 2007," jelas Rignot. Pada tahun 2050, Rignot dan timnya memprediksikan tinggi air laut akan bertambah 8 sentimeter karena pencairan gletser dan 9 cm karena suhu yang meningkat.

Tim peneliti mengatakan belum ada kepastian dalam memprediksikan percepatan hilangnya es di masa depan. Mereka mencoba memprediksi menggunakan data yang diperoleh dari pengukuran satelit selama hampir dua dekade (1992-2009) dan data iklim regional. (Arief Sujatmoko,

Sumber: LiveScience)