Rabu, 23 Februari 2011

ICW: Kerugian akibat Penggundulan Hutan Rp 71 triliun

Hutan di Kalteng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan bahwa kerugian yang diderita negara akibat laju deforestasi hutan di Indonesia diperkirakan dapat mencapai hingga sekitar Rp71 triliun. Berdasarkan data riset ICW yang diterima di Jakarta, Selasa menyebutkan, kerugian dari aspek laju deforestasi hutan pada periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektare atau setara Rp 71,28 triliun.

Jumlah tersebut, masih menurut ICW, terdiri atas kerugian nilai tegakan (Rp 64,8 triliun) dan provisi sumberdaya hutan/PSDH (Rp 6,48 triliun). Hal itu diperkirakan juga masih dapat ditambah dengan kerugian yang diderita negara akibat dana reboisasi yang tidak didapatkan.

ICW juga memaparkan, LSM lainnya Human Rights Watch (HRW) juga pernah meluncurkan riset pada 2009 yang menyebutkan bahwa praktik korupsi dan mafia sektor kehutanan setidaknya merugikan negara rata-rata Rp 20 triliun per tahun. Angka tersebut dinilai tidak sebanding antara risiko kerusakan dan kerugian yang diderita dengan pendapatan negara.

ICW mengingatkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah merilis kajian terkait 17 masalah sistemik dalam perencanaan dan pengawasan kawasan hutan. Sebanyak sembilan dari 17 masalah sistemik tersebut terkait masalah regulasi, tiga terkait kelembagaan, empat terkait Tata Laksana, dan satu terkait manajemen sumberdaya Alam.

Hal itu dinilai menunjukkan adanya masalah serius dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Untuk itu, LSM tersebut mendesak agar segera direalisasikan reformasi dan pembenahan di sektor kehutanan, dan mendesak Menteri Kehutanan untuk segera memperbaiki 17 masalah sistemik yang telah dirilis KPK.

Red: Siwi Tri Puji B
Sumber: Antara

Minggu, 20 Februari 2011

Kecintaan Lingkungan mesti Dipupuk Sejak Dini


Dok. Greeneration4life

Nilai-nilai kecintaan lingkungan hidup akan dengan sendirinya tertanam dalam diri seseorang, bila ketertarikan dan kepedulian terhadap alam telah dibangun sejak dini.

Inilah yang menjadikan environmental education atau pendidikan lingkungan, terutama di tingkat dasar, amat krusial. Seperti dikemukakan oleh Nadine Zamira Sjarief, CEO dari Greeneration4life yang bergerak di bidang konsultan lingkungan, di Jakarta (9/2).

Oleh karenanya, Nadine, yang lebih suka disebut sebagai enviropreneur ini melihat adanya peluang mendirikan perusahaan, untuk sekaligus mendukung kampanye kepedulian lingkungan. "Pelayanan pendidikan lingkungan merupakan salah satu cara. Belum ada (selama ini) suatu pengetahuan tentang lingkungan yang masuk dalam kurikulum pendidikan," tuturnya.

Sejumlah program yang diberi nama "Education for Environment Appreciation" (Pendidikan untuk Apresiasi Lingkungan) berupa rangkaian kegiatan yang bisa diadaptasi ke sekolah. Nadine menjelaskan, program-program ini bersifat interaktif, serta diharapkan dapat mengajak para siswa untuk menghargai lingkungan sekitarnya.

"Dan harus ada aktivitas luar ruangannya, dibuat simulasi sebaik mungkin. Supaya muncul kesadaran untuk proteksi alam dibutuhkan sikap mencintai dan menghargai alam tersebut," tegasnya lagi.

Namun sejauh ini ia mengaku baru bisa menjangkau sekolah-sekolah swasta. "Sebab swasta memiliki otonomi untuk mengembangkan programnya, baik dari internal sekolah maupun outsourcing," kata wanita yang ialah juga Miss Indonesia Earth tahun 2009.

Bagian terpenting pula, menurut Nadine, adalah ketika melakukan pendekatan sampai meyakinkan pihak-pihak sekolah bahwa program sejenis ini mereka perlukan.

CSR Lingkungan

Di samping pelayanan pendidikan lingkungan, Nadine dan perusahaannya pun menyediakan layanan konsultasi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

Saat ini setiap perusahaan pada umumnya menyisihkan anggaran untuk kewajiban CSR. Tetapi tidak semua memahami konsep CSR yang benar, yang sustainable (berkesinambungan), yang sungguh menghasilkan pengaruh positif konkret dan jangka panjang terhadap masyarakat atau lingkungan.

"Akhirnya banyak kita lihat sekarang perusahaan yang dananya hanya disumbangkan. Kita tidak bisa mengatakan bentuk-bentuk yang filantropis semacam itu sebagai CSR," ujar Nadine.

sumber : national geographic

Kalau Ditonton, Makin Mesra Berciuman


Mila Zinkova
Prairie dogs atau anjing padang rumput (Cynomys ludovicianus) punya perilaku yang unik terlihat mesra berciuman dengan pasangan dan sesamanya.


Prairie dogs atau anjing padang rumput (Cynomys ludovicianus) adalah jenis hewan yang memiliki perilaku yang unik. Semakin dilihat oleh banyak orang, hewan ini semakin menunjukkan kemesraan bersama pasangan atau temannya dengan cara berciuman dan berpelukan makin erat.

Hal itu terungkap dalam hasil penelitian Adam Eltorai dan timnya dari Washinton University. Mereka mempelajari 25 ekor anjing padang rumput berekor hitam yang berada di Kebun Binatang Saint Louis, Missouri.

"Dalam banyak situasi, anjing padang rumput bereaksi ketika dilihat, sama seperti ketika manusia bereaksi," kata Eltorai saat diwawancarai BBC. Anjing padang rumput adalah jenis hewan pengerat yang habitat aslinya di padang rumput Amerika Utara.

Eltorai melanjutkan, "Ketika lebih banyak orang melihat, anjing padang rumput dewasa makin menunjukkan kasih sayang. Saling menyentuh dan mencium, serta sedikit berkelahi." Kadang, ciuman juga disertai belaian dan pelukan.

Menurut Eltorai, hewan ini memiliki cara mengasihi yang sama kebanyakan manusia. Anjing padang rumput bisa saling menyentuh bibir satu sama lain dan kadang membuat kontak dengan lidah.

Con Slobodchikoff dari Northern Arizona University yang mempelajari anjing padang rumput selama 30 tahun mengatakan bahwa kasih sayang anjing ditunjukkan lebih dari sekedar ciuman. Mereka juga saling memperingatkan bila ada predator.

Anjing padang rumput tidak memiliki satu 'panggilan' bahaya, tapi sekumpulan suara yang berfungsi memperingatkan. Suara yang diproduksi hewan ini, menurut Slobodchikoff, sangat berperan dalam komunikasi dan terdiri dari setidaknya 100 kosa kata.

Sumber :dailymail.co.uk

Moratorium Hanya Lindungi Hutan Primer


Draf moratorium penebangan hutan versi Kementerian Kehutanan hanya melindungi hutan primer dan lahan gambut tersisa. Jika merujuk data Kementerian Kehutanan (2006), yang menjadi obyek moratorium hanyalah kawasan konservasi dan kawasan lindung yang selama ini sudah dilindungi peraturan perundangan.

Demikian kesimpulan Greenpeace bersama koalisi organisasi masyarakat sipil yang menerjemahkan draft moratorium (penghentian sementara) penebangan hutan yang saat ini beredar, baik dari versi Kementerian Kehutanan maupun REDD+ Task Force (Satgas REDD+). Draft Moratorium tersebut diuraikan dalam bentuk peta indikatif moratorium dan data olahan yang menunjukkan luasan yang akan dicakup dalam moratorium berdasarkan skenario draft Kementerian Kehutanan, Satgas REDD+, dan Platform Bersama Penyelamatan Hutan dari organisasi masyarakat sipil.

Draft moratorium versi Satgas REDD+ menunjukkan cakupan moratorium yang sedikit lebih luas di banding draft versi Kementerian Kehutanan. Penerjemahan Platform Bersama Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global dari organisasi masyarakat sipil dalam peta dan angka menunjukan cakupan moratorium hutan yang jauh lebih luas.

Penasihat Politik Greenpeace Asia Tenggara, Yuyun Indradi mengemukakan, komitmen dan keseriusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi sebesar 26% hingga 41%, yang utamanya bersumber dari deforestasi, sedang diuji.

“Jika gagal mewujudkan moratorium yang bisa melindungi hutan dan lahan yang bernilai konservasi tinggi, mempunyai nilai simpanan karbon tinggi, mempunyai nilai sosial dan kultural, artinya Presiden tidak serius dengan komitmen penurunan emisi dari deforestasi. Ini artinya juga Presiden tidak berhasil menjamin hak dasar rakyat Indonesia untuk bisa menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tutur Yuyun Indradi, Rabu (16/2/2011) di Jakarta.

Sementara itu Teguh Surya dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan, rekomendasi Menteri Kehutanan agar moratorium hanya mencakup hutan primer adalah merupakan rekomendasi yang tidak efektif dalam upaya perlindungan hutan Indonesia.

Giorgio Budi Indarto dari Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, dari kacamata hukum, ada kekhawatiran bahwa aturan moratorium itu tidak terimplementasi dengan baik. “Perlu ada restrukturisasi dan perbaikan di bidang hukum. Jika tidak, dikhawatirkan moratorium tidak akan ada artinya,” kata Giorgio

Menurut Teguh, masalah utama dalam moratorium ini adalah Menteri Kehutanan itu sendiri, karena masih berorientasi pada ekonomi kayu. Terkait Peraturan Presiden, kata Teguh, ada tiga langkah yang harus dilakukan. Pertama, di masa ini pemerintah harus menghentikan pengeluaran dan perpanjangan izin. Kedua, harus ada upaya segera penyelamatan hutan-hutan yang paling terancam. Ketiga, penyelesaian masalah-masalah sosial.

“Pemerintah harus memastikan bahwa moratorium bisa benar-benar menyelamatkan hutan. Pemerintah harus sepakat dalam lingkup moratorium, definisi hutan, dan mengkaji izin yang telah ada di kawasan hutan alam dan lahan gambut,” tegas Yuyun.

Sumber :Greenpeace

Penyu Langka Tampakkan Diri di Sumatera


NOAA
Penyu belimbing.

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) menampakkan diri di salah satu pantai di Sumatera. Penyu belimbing adalah salah satu jenis penyu yang sangat langka dan tergolong paling terancam punah.

Khairul Amra, anggota grup konservasi lokal, Kamis (17/2/2011) mengatakan kepada AP bahwa ia menjumpai penyu itu selama akhir pekan sebelum penyu itu kembali ke air. Khairul mengatakan, ia menjumpai penyu tersebut bersama lusinan telur yang diletakkan penyu itu.

Ini untuk ketiga kalinya para ahli menjumpai penyu jenis tersebut di pantai yang sama. Penyu belimbing adalah spesies yang telah mengembara lautan selama 100 juta tahun. Namun, kini jumlah penyu belimbing hanya sekitar 30.000 ekor.

Spesies yang ditemui di Sumatera ini memiliki ukuran 3 meter, ukuran maksimal penyu jenis itu bisa tumbuh. Keberadaan spesies ini terancam oleh perburuan telur dan perikanan komersial.

Sumber :AP