Hutan dan lahan gambut merupakan penghasil gas emisi terbesar di Indonesia, menyuplai 56% dari carbon emitter nasional.
"Jika dilihat dari profil emisi Indonesia, yang paling besar memberikan kontribusi adalah sektor kehutanan dan lahan gambut," kata Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Doddy S Sukadri, di Ambon, Selasa (28/12).
Ia mengatakan, berdasarkan analisis dan penelitian yang dilakukan DNPI, sektor kehutanan dan lahan gambut masih akan tetap menjadi penyuplai terbesar gas emisi di Indonesia, bahkan hingga 2030.
"Sekitar 80-85 persen emisi nasional tahun 2005 dihasilkan oleh hutan dan lahan gambut," katanya.
Sukadri menjelaskan, dalam konteks perubahan iklim, hutan memiliki tiga peranan penting yang harus dipertahankan, yakni sebagai penyerap karbon (carbon removal), penyimpan karbon (carbon zinc), dan penghasil karbon (carbon emitter) terutama saat terbakar atau tutupannya berkurang akibat penebangan secara liar.
"Hutan berperan penting untuk menstabilkan emisi, kalau tutupan hutan berkurang, otomatis kapasitas penyerapan karbonnya juga sedikit," ujarnya.
Ia menyatakan, sektor kehutanan dan lahan gambut harus bekerja keras untuk menurunkan sedikitnya 14 persen gas emisi dari 26 persen tiap tahunnya, seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui program Reducing Emission From Revolution and Forest Degradation (REDD).
"Kalau 26 persen tiap tahunnya, berarti sektor kehutanan dan lahan gambut harus menurunkan sedikitnya 14% atau 56% dari emisi nasional yang ada," kata Sukadri.
Ia juga mengatakan, apabila konsentrasi oksigen di atmosfer lebih 454 per milion yang diakibatkan oleh gas emisi, temperatur suhu udara akan naik melebihi dua derajat celcius.
"Sektor transportasi, energi, pertanian, limbah dan sebagainya juga menghasilkan emisi, tapi di Indonesia yang paling banyak berasal dari hutan dan lahan gambut," katanya.
sumber : media indonesia.com
"Jika dilihat dari profil emisi Indonesia, yang paling besar memberikan kontribusi adalah sektor kehutanan dan lahan gambut," kata Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Doddy S Sukadri, di Ambon, Selasa (28/12).
Ia mengatakan, berdasarkan analisis dan penelitian yang dilakukan DNPI, sektor kehutanan dan lahan gambut masih akan tetap menjadi penyuplai terbesar gas emisi di Indonesia, bahkan hingga 2030.
"Sekitar 80-85 persen emisi nasional tahun 2005 dihasilkan oleh hutan dan lahan gambut," katanya.
Sukadri menjelaskan, dalam konteks perubahan iklim, hutan memiliki tiga peranan penting yang harus dipertahankan, yakni sebagai penyerap karbon (carbon removal), penyimpan karbon (carbon zinc), dan penghasil karbon (carbon emitter) terutama saat terbakar atau tutupannya berkurang akibat penebangan secara liar.
"Hutan berperan penting untuk menstabilkan emisi, kalau tutupan hutan berkurang, otomatis kapasitas penyerapan karbonnya juga sedikit," ujarnya.
Ia menyatakan, sektor kehutanan dan lahan gambut harus bekerja keras untuk menurunkan sedikitnya 14 persen gas emisi dari 26 persen tiap tahunnya, seperti yang telah dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui program Reducing Emission From Revolution and Forest Degradation (REDD).
"Kalau 26 persen tiap tahunnya, berarti sektor kehutanan dan lahan gambut harus menurunkan sedikitnya 14% atau 56% dari emisi nasional yang ada," kata Sukadri.
Ia juga mengatakan, apabila konsentrasi oksigen di atmosfer lebih 454 per milion yang diakibatkan oleh gas emisi, temperatur suhu udara akan naik melebihi dua derajat celcius.
"Sektor transportasi, energi, pertanian, limbah dan sebagainya juga menghasilkan emisi, tapi di Indonesia yang paling banyak berasal dari hutan dan lahan gambut," katanya.
sumber : media indonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar